- Back to Home »
- gundu , kelereng , neker , Permainan , permainan anak , permainan tradisional , sejarah , setin , stin »
- Kelereng, Gundu, Neker, atau Setin
Posted by : Unknown
Thursday, 26 November 2015
Gundu / Kelereng / Neker / Setin |
Kelereng adalah mainan kecil berbentuk
bulat yang terbuat dari kaca, tanah liat, atau agate. Kelereng adalah mainan
kecil berbentuk bulat yang terbuat dari kaca atau tanah liat. Ukuran kelereng
sangat bermacam-macam, umumnya ½ inci (1.25 cm) dari ujung ke ujung.
Mainan ini dikenal di
seluruh pelosok nusantara, bahkan juga di berbagai negara. Di Indonesia mainan
ini memiliki nama yang berbeda-beda di masing-masing daerah. Kelereng dikenal
dengan nama nèker dalam bahasa Jawa, dan gundu dalam bahasa Betawi. Di Sunda, disebut dengan kaleci. Di daerah Palembang biasa disebut ekar,
dan orang-orang Banjar menyebutnya kleker.
Kelereng merupakan
mainan yang umurnya sudah sangat tua. Mainan ini telah dikenal sejak peradaban
Mesir Kuno, tahun 3000 Sebelum Masehi. Pada zaman itu, kelereng dibuat dari
batu atau tanah liat. Sementara itu, kelereng tertua koleksi The British Museum di London berasal
dari tahun 2000-1700 SM. Kelereng tersebut ditemukan di Kreta pada situs Minoan of Petsofa. Saat ini umumnya
kelereng dibuat dari kaca.
Sejak abad ke-12, di Perancis kelereng
disebut dengan bille, artinya bola
kecil. Berbeda halnya dengan orang-orang Belanda yang menyebutnya dengan knikkers. Kemungkinan pengaruh dari
Belanda ini, khususnya di Jawa, knikkers
diserap menjadi kata nekker.
Pada tahun 1694 di Inggris ada istilah
marbles untuk menyebut kelereng. Marbles sendiri digunakan untuk menyebut
kelereng terbuat dari marmer yang didatangkan dari Jerman. Namun, jauh
sebelumnya, anak-anak di Inggris telah akrab menyebutnya dengan bowls atau knikkers. Kelereng populer di Inggris dan negara Eropa lain sejak
abad ke-16 hingga 19. Setelah itu baru menyebar ke Amerika. Bahan pembuatnya
adalah tanah liat dan diproduksi besar-besaran. Teknologi pembuatan kelereng
kaca ditemukan pada 1864 di Jerman. Kelereng yang awalnya hanya satu warna,
menjadi berwarna-warni mirip permen. Teknologi ini segera menyebar ke seluruh
Eropa dan Amerika. Namun, akibat Perang Dunia II, pengiriman mesin pembuat
kelereng itu sempat terhenti dan akhirnya masing-masing negara mengembangkannya
sendiri.
Pada masa Rowami, permainan Kelereng juga
sudah dimainkan secara luas. Bahkan, menjadi salah satu bagian dari festival
Saturnalia, yang diadakan saat menjelang perayaaan Natal. Saat itu semua orang
saling memberikan sekantung biji-bijian yang berfungsi sebagai kelereng tanda
persahabatan. Salah seorang penggemar kelereng adalah Octavian, yang kelak
menjadi Kaisar Agustus. Layaknya permainan pada umumnya, permainan kelereng di
Romawi saat itu juga mempunyai aturan-aturan resmi. Peraturan tersebut menjadi
dasar permainan sekarang.
Kelereng identik
dengan mainan anak laki-laki. Pada jaman dahulu kelereng merupakan salah satu
benda yang tidak dapat dipisahkan dari anak laki-laki. Tidak banyak anak
perempuan yang mengoleksi atau bermain kelereng. Tetapi saat ini kelereng tidak
sepopuler dulu, terutama bagi anak-anak di daerah perkotaan.
Walaupun sekarang sudah jarang ditemui anak-anak yang bermain kelereng, tetapi
setiap tahunnya di New Jersey diadakan Turnamen Nasional.
Jumlah peserta pada permainan ini minimal 2
orang sampai tak terhingga. Namun
semakin banyak anak yang bermain permainan pun akan semakin seru. Bermain
kelereng dapat dilakukan di atas tanah, ubin, permukaan beraspal maupun
permukaan semen.
Beberapa
manfaat yang didapatkan dari permainan kelereng antara lain:
· Melatih konsentrasi anak, karena anak membutuhkan
konsentrasi yang tinggi untuk menembakkan gacuk
agar mengenai targetnya.
· Melatih kemampuan berpikir (kognitif) pada anak. Kemampuan berpikir anak ikut dirangsang dalam
permainan ini. Misalnya, jika ia ingin memenangkan permainan maka harus
memecahkan masalah dan menggunakan strategi dengan menggunakan teknik-teknik
tertentu.
· Melatih motorik kasar maupun motorik halus anak melalui
kegiatan seperti melempar, menyentil, dan mengambil posisi yang tepat untuk
menyentil.
· Membentuk semangat berkompetisi yang sehat pada
anak-anak. Keberhasilan anak menjalani
suatu teknik yang lantas memperoleh tanggapan dari para lawannya merupakan
hadiah tersendiri bagi anak. Adanya perasaan bersaing di usia sekolah sangat
penting untuk membentuk perasaan harga diri.
· Mengembangkan kecerdasan sosial dan kemampuan komunikasi
anak karena permainan ini dilakukan secara bersama-sama. Melalui permainan ini anak mampu menjalin pertemanan dengan kawan mainnya. Hubungan pertemanan ini akan memberi kesempatan pada anak untuk mempelajari
konteks sosial yang lebih luas. Sehingga anak dapat belajar bekerja sama, belajar mengatasi konflik ketika terjadi pertengkaran
pada saat bermain dengan temannya, serta belajar mengomunikasikan keinginan dan
pikirannya.
· Melatih kejujuran anak untuk dapat saling mengawasi dan
mengontrol agar permainan berjalan sesuai aturan. Anak memiliki
kesempatan untuk mengembangkan karakter dan
kepribadian yang positif ketika bermain, seperti pentingnya kejujuran dan fairness. Kecintaannya pada nilai-nilai
yang benar merupakan landasan dalam menjalin hubungan dengan orang lain di masa
yang akan datang.
Cara
Bermain:
Sebelum
permainan dimulai, terlebih dahulu membuat gambar lingkaran lebar dengan
menggunakan kapur atau ranting kayu, lidi, tongkat jika permainan dilakukan di
atas tanah. Selanjutnya, semua pemain meletakkan kelereng taruhannya di dalam
lingkaran, misalnya masing-masing pemain harus meletakkan 5 buah kelereng
taruhannya.
Kemudian
semua pemain berdiri di garis start
yang berjarak sekitar 5 langkah dari lingkaran yang telah diisi kelereng.
Kemudian pemain melemparkan sebuah kelereng yang disebut gacuk ke dalam lingkaran untuk mengeluarkan kelereng yang ada di
dalam lingkaran. Gacuk ini yang
selalu akan digunakan untuk membidik kelereng lainnya. Namun bila gacuk berhenti di dalam lingkaran
meskipun lemparan gacuk-nya berhasil
mengeluarkan kelereng yang lain dari dalam lingkaran, pemain tetap dianggap
mati.
Apabila
saat melempar gacuk para pemain tidak berhasil mengeluarkan
kelereng dari dalam lingkaran, pemilik gacuk
yang posisinya paling dekat dengan lingkaran mendapat giliran pertama untuk
membidik kelereng di dalam lingkaran. Jika pemain berhasil mengeluarkan
kelereng dari dalam lingkaran dengan gacuk-nya,
maka kelereng tersebut dapat menjadi miliknya. Kemudian pemain ini melanjutkan
permainan dengan membidik kelereng lain yang juga berada di dalam lingkaran tetap
dengan menggunakan gacuk. Jika gacuk-nya berhasil mengeluarkan kelereng
dari dalam lingkaran, maka kelereng itu menjadi miliknya tetapi jika gagal maka
pemain tersebut dianggap mati dan giliran pemain berikutnya untuk bermain.
Pemenang dari permainan ini adalah pemain yang berhasil mendapatkan kelereng
terbanyak.