Posted by : Unknown Saturday 3 September 2016

Layang-layang


Layangan merupakan salah satu mainan tradisional yang sangat dikenal oleh masyarakat luas, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Bahkan hingga saat ini pun masih banyak anak yang memainkan layang-layang, terutama pada musim liburan sekolah. Bahkan, layangan diperlombakan mulai dari skala lokal, nasional, maupun internasional. Perlombaan layang-layang biasa dikenal dengan sebutan festival layang-layang yang biasanya dilakukan di tempat-tempat wisata. Salah satu daya tarik dari event festival layang-layang adalah bentuknya yang demikian menarik dan beragam. Ukurannya pun besar dan warnanya indah.

Anak-anak bermain layangan dapat di waktu siang atau sore hari. Jika liburan bisa dilakukan pada waktu pagi hari. Tetapi bermain layangan paling baik dilakukan pada saat musim kemarau dan dilakukan di tanah yang lapang. Jika pas tidak ada angin, biasanya anak-anak sering mengundang angin dengan nyanyian “cempe, cempe, undangna barat gedhe, dak opahi duduh tape” yang artinya “cempe, cempe (anak kambing) panggilkan angin besar, nanti akan kuberi upah air tape”. Lalu dilanjutkan “cempe, cempe, undangna barat dawa, dak opahi duduh klapa” yang artinya “cempe, cempe panggilkan angin panjang, nanti akan kuberi air kelapa”. Demikian berulang-ulang dinyanyikan. Jika sudah datang angin, baru anak-anak mulai menaikkan layangan, bisa sendirian atau dengan bantuan anak lain.

Saat ini layangan tidak hanya sebuah mainan, tetapi sudah merupakan benda seni dan wisata. Layangan mengenal berbagai motif diantaranya: Jalak Uren, Kathokan, Kalungan, Gethuk Mambu, Srempangan, Iket-Iketan, Kotangan, Encik-encikan, Semarangan, dan lain sebagainya. Setiap pemain layangan bebas memilih motif gambar sesuai dengan selera. Selain itu layangan juga dapat dibuat dengan berbagai macam bentuk seperti manusia, pesawat, burung, kupu-kupu, dan sebagainya.

Anak-anak masyarakat Jawa mengenal layangan sudah sejak lama. Bahkan di zaman pemerintahan raja Jayabaya, seperti tercantum dalam “Babad Jaman Kediri”, dikisahkan bahwa telah ada layangan besar dilukis dan dibuat oleh pelukis besar Prabangkara. Layangan tersebut dalam menerbangkan Prabangkara ke angkasa. Setelah sampai di tanah, sang pelukis menceritakan pengalamannya. Setidaknya dari cerita itu konsep layangan sudah ada sejak zaman Kediri.

Catatan pertama yang menyebutkan permainan layang-layang adalah dokumen dari China sekitar 2500 SM. Diperkirakan dari China, layang-layang mulai disebarluaskan ke negara Asia lain seperti Korea, Jepang, Indonesia dan India. Bahkan, permainan layang-layang menyebar ke Barat hingga kemudian populer di Eropa.

Penemuan sebuah lukisan gua di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, pada awal abad ke-21 yang memberikan kesan orang bermain layang-layang menimbulkan spekulasi mengenai tradisi yang berumur lebih dari itu di kawasan Nusantara. Diduga terjadi perkembangan yang saling bebas antara tradisi di China dan di Nusantara karena di Nusantara banyak ditemukan bentuk-bentuk primitif layang-layang yang terbuat dari daun-daunan. Di kawasan Nusantara sendiri catatan pertama mengenai layang-layang adalah dari Sejarah Melayu (Sulalatus Salatin) (abad ke-17) yang menceritakan suatu festival layang-layang yang diikuti oleh seorang pembesar kerajaan.

Sementara di sejumlah daerah di Indonesia, fungsi layang-layang berbeda-beda. Di beberapa daerah, layang-layang dimainkan sebagai bagian dari ritual tertentu, biasanya terkait dengan proses budidaya pertanian. Layang-layang paling sederhana terbuat dari helai daun yang diberi kerangka dari bambu dan diikat dengan serat rotan. Layang-layang semacam ini masih dapat dijumpai di Sulawesi. Diduga pula, beberapa bentuk layang-layang tradisional Bali berkembang dari layang-layang daun karena bentuk ovalnya yang menyerupai daun. Selain itu, beberapa daerah di Bali, sama seperti Jepang, juga menerbangkan layang-layang sebagai kegiatan sosial. Para penduduk desa bersama-sama membangun sebuah layang-layang yang sangat besar dan menerbangkannya beramai-ramai.

Di Jawa Barat, Lampung, dan beberapa tempat di Indonesia ditemukan layang-layang yang dipakai sebagai alat bantu memancing. Layang-layang ini terbuat dari anyaman daun sejenis anggrek tertentu, dan dihubungkan dengan mata kail. Di Pangandaran dan beberapa tempat lain, layang-layang dipasangi jerat untuk menangkap kalong atau kelelawar. 

Beberapa manfaat yang didapatkan dari permainan layangan antara lain: mengasah kreativitas anak, melatih motorik halus dan motorik kasar anak, elatih ketekunan dan kesabaran anak, mendekatkan anak pada alam (mengasah kecerdasan naturalis anak) serta sebagai media anak untuk bersosialisasi dengan teman-temannya.

Membuat layangan sendiri tentu memberi kepuasan tersendiri pada anak. Selain caranya yang cukup sederhana, bahan-bahannya pun dapat ditemukan di lingkungan sekitar dan tidak membutuhkan biaya mahal. Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat layangan, yaitu
  • Sebilah bambu dengan lebar sekitar 40 cm
  • Sebilah bambu bulat dengan panjang sekitar 40 cm
  • Kertas minyak ukuran 50x50 cm
  • Tali atau benang secukupnya
  • Lem kertas


Cara Membuat Layangan:
  • Letakkan kedua bambu secara menyilang. Posisi bambu tipis vertikal, sedangkan bambu bulat posisinya horizontal. Titik pertemuan antara kedua bambu sekitar 10 cm dari ujung bambu tipis dan di tengah-tengah bambu bulat. Kemudian ikat kuat-kuat kedua bambu di titik pertemuannya.
  • Ikat dan hubungkan keempat ujung bambu dengan tali atau benang hingga membentuk seperti wajik.
  • Letakkan rangka layangan di atas kertas minyak. Kertas minyak dapat diberi gambar menggunakan spidol agar tampilannya lebih indah. Potonglah kertas mengikuti bentuk kerangka tetapi pada setiap sisi kertas harus lebih besar daripada kerangka ± 1 cm.
  • Lipat bagian kertas yang lebih besar tadi dari luar rangka ke dalam, lalu rekatkan pada rangka dengan menggunakan lem kertas sehingga benang terbungkus oleh kertas.
  •  Tambahkan ekor layangan menggunakan kertas yang dipotong memanjang agar layangan tampak lebih indah.
  • Buatlah 2 lubang di dekat tempat penyilangan kayu rangka. Masukkan tali atau benang layangan ke salah satu lubang dan silang ke lubang yang lain, lalu ikatkan.
  • Buat 2 buah lubang di bagian bawah layangan, dekat dengan bagian ekor. Masukkan ujung tali yang lain ke lubang-lubang tersebut kemudian ikatkan.
  • Layangan siap untuk dimainkan.


Cara Bermain Layangan:
  • Bawa layangan ke tanah lapang.
  • Anak yang akan bermain memegang ujung benang, sementara temannya membantu dengan memegang layangan dari arah angin.
  • Ketika anak yang memegang layangan melepaskan layangannya, anak yang memegang benang menarik benang dengan hati-hati agar layangan naik ke angkasa. Benang dapat ditarik dan diulur untuk mengatur ketinggian layangan.
Setelah layangan naik terbawa angin, setiap pemain layangan bisa menggerak-gerakkan layangan secara bebas dan pemain memiliki pilihan untuk beradu dengan teman ataupun tidak.. Bisa dengan cara “nyirukke” (menyorongkan) ke kanan ke kiri, cara “nggoling” (berputar-putar), dan sebagainya. Saat hendak mengadu layangan, setiap pemain harus mempunyai teknik bermain agar layangannya menang. Bila ingin memutuskan benang layangan milik lawan anak akan mengulur (memperpanjang) atau menarik benang. Terdapat berbagai cara mengulur benang, ada ulur kenceng, ulur kendho, atau glangsar. Layangan yang putus kemudian jatuh ke tanah disebut “tatas” atau “gaburan”. Tetapi kadang ada layangan yang putus tetapi benangnya tersangkut pada benang layangan yang memutuskannya, yang disebut kanthil. Layangan yang tatas boleh dikejar dan dimiliki oleh siapapun yang bisa menangkapnya. Bahkan asyiknya bermain layangan, jika ada gaburan dan bisa menangkapnya bersama-sama dengan kawan-kawan lainnya.


Bagi layangan yang tidak untuk sangkutan, biasanya diberi “kanthilan” atau ekor panjang. Kanthilan ini sebagai pertanda bahwa layangan itu tidak boleh disangkut. Ada juga layangan yang diberi sendaren, yakni alat untuk menimbulkan bunyi, atau dilekati dengan kupu-kupu yang diletakkan pada benang dan dapat naik turun. 

{ 1 comments... read them below or add one }

Kicau Anak Bawang

Powered by Blogger.

Tulisan populer

Tamu Anak Bawang

Copyright © Komunitas Anak Bawang| Desain: Alie Poedjakusuma