- Back to Home »
- congklak , Dakon , filosofi permainan tradisional , Permainan , permainan anak , permainan tradisional »
- Dakon / Congklak
Posted by : Unknown
Friday, 13 February 2015
![]() |
dakon atau dikenal juga dengan congklak |
Bagi
masyarakat Jawa, khususnya bagi kalangan anak-anak perempuan periode tahun
1970-an dan sebelumnya, permainan dhakon mungkin sudah tidak asing lagi.
Permainan tradisional ini merupakan bagian dalam dunia bermain mereka, terutama
di wilayah pedesaan. Dhakon kayu dengan ukiran juga banyak dijumpai, terutama
di kalangan kraton yang dimiliki oleh para ningrat dan bangsawan Jawa. Memang,
mainan dhakon ini menjadi salah satu mainan favorit anak perempuan dari
kalangan ningrat dan bangsawan kraton. Walaupun begitu, bukan berarti mainan
dhakon sudah tidak ada di masa kini. Masih banyak dijumpai dhakon di masyarakat
Jawa saat ini. Namun fungsi utamanya sudah berubah. Sangat jarang anak
perempuan sekarang bermain dhakon. Jika ada dhakon di masyarakat, lebih berfungsi
untuk hiasan, asesoris rumah agar tampak njawani atau bisa jadi sudah masuk
koleksi museum.
Dhakon yang
dipercayai berasal dari dunia Afrika atau Arab, bergantung kepada teori mana
yang anda percayai. Bagaimanapun, bukti tertua yang dijumpai oleh cari gali
purba yang dibiayai oleh Persatuan National Geographic menjumpai kepingan batu
kapur yang mempunyai dua liang selari bertarikh semenjak 5000 hingga 7000 SM di
masa kini Jordan. Dari Timur Tengah, permainan ini tersebar ke Afrika. Kemudian
dhakon tersebar ke Asia melalui pedagang-pedagang Arab. Di Asia Tenggara,
dhakon atau congklak mungkin berkembang dari Malaka mengingat wilayah ini
merupakan pusat perdagangan pada jaman dahulu. Nama congklak dipercayai berasal
dari perkataan Bahasa Melayu "conglak" yang bermaksud pengiraan
mental.
Permainan
tradisional yang dimainkan oleh dua orang ini dikenal dengan berbagai macam
nama di penjuru nusantara. Di daerah Jawa, permainan ini lebih dikenal dengan
nama dhakon, dhakon atau dhakonan serta congklak. Selain itu di Lampung
permainan ini lebih dikenal dengan nama dentuman lamban. Sedangkan di Sulawesi
permainan ini disebut dengan Mokaotan, Maggaleceng, Aggalacang dan Nogarata.
Dalam bahasa Inggris, permainan ini disebut Mancala.Beberapa ahli menyebutkan
bahwa kata dhakon mungkin berasal dari kata “dhaku” yang diberi akhiran “-an”
yang berarti “mengakui bahwa sesuatu itu adalah miliknya”. Ketika bermain
dhakon ini biji yang ada di sisi pemain adalah milik masing-masing. Begitu pula
lumbung, lubang yang lebih besar dari ketujuh lubang yang ada di tiap sisinya
dan terletak di sebelah kanan pemain itu, selalu menjadi milik pemain
(mengingat perjalanan pembagian biji dari kiri ke kanan).
Permainan
dhakon menggunakan sarana kayu yang dibuat lubang cekung berhadapan yang
disebut dengan sawah. Di kanan kiri juga ada cekungan yang disebut “lumbung”,
yang dalam bahasa Jawa berarti sebuah tempat untuk menyimpan hasil pertanian
seperti padi, ketela, dan jagung. Istilah-istilah ini mengingatkan kita pada
dunia pertanian. Selain itu, lubang-lubang atau sawah dalam permainan ini yang
masing-masing berjumlah 7 di setiap sisinya dapat menggambarkan hari-hari di
setiap minggunya. Permainan ini mengajarkan bagaimana melewati fase-fase
kehidupan. Hari demi hari, terus bekerja. Senin, selasa, rabu, kamis, jumat,
dan sabtu. Namun jangan lupa menyisihkan tabungan di lubang paling ujung milik
kita, hari minggu. Karena tabungan itu akan membawa kebahagiaan nantinya.
Dalam
permainan tradisional ini, terdapat nilai-nilai kehidupan yang dapat kita
jadikan pelajaran.Ada pelajaran berharga dari bermain dhakon, di antaranya
adalah rasa jujur dan melatih kecerdasan berhitung. Kejujuran permainan ini
adalah mutlak. Permainan ini mengajarkan disiplin dan sportivitas dengan cara
mengisi masing-masing sawah dengan satu kecik saja. Sehingga, tanpa didasari
kejujuran, seseorang yang bermain dhakon akan curang dan berakibat merugikan
orang lain. Banyak cara untuk berbuat curang jika tidak dijiwai dengan rasa
jujur. Maka ketika rasa curang sering muncul, biasanya seseorang itu akan
dijauhi oleh temannya bermain.Selain itu, melalui permainan ini kemampuan
motorik halus anak juga dapat meningkat. Permainan dhakon juga membutuhkan
kecerdasan berhitung, seperti di saat memasukkan kecik di setiap lubang maupun
saat menghitung biji kecik di saat permainan satu babak usai. Sementara itu,
pemain juga diajarkan untuk bermain spekulasi dengan pertimbangan dan
perhitungan yang matang.
Permainan
ini juga dapat melatih kesabaran anak dalam menunggu giliran dan melatih
ketelitian anak dalam memasukkan biji/kecik satu per satu hingga habis.
Sementara untuk pemain yang sedang menunggu giliran juga harus cermat mengamati
temannya yang sedang bermain sesuai aturan main atau tidak. Selain itu,
permainan dhakon juga mengajarkan ilmu manajemen yang menuntut setiap pemainnya
mahir dalam menata dan mengatur alur kecik sebagai simbol harta kekayaan hingga
menjadi strategi yang bisa mengalahkan lawan permainannya.Memang pada umumnya
permainan tradisional lebih menitikberatkan pada penanaman nilai-nilai budi
pekerti, seperti rasa kejujuran pada permainan dhakon atau nilai-nilai lain
yang tentu akan dimunculkan pada permainan-permainan tradisional lainnya.
Selain itu, pada permainan tradisional pada umumnya juga melibatkan rasa sosial
yang tinggi, melibatkan dua orang lebih, dan bukan bersifat individual.
Cara Bermain:
Kedua pemain saling berhadapan. Dhakon diletakkan di antara keduanya. Setiap sawah diisi dengan 7 biji dhakon (bisa kerikil, biji sawo atau biji
buah asam). Lumbung masing-masing pemain berada di sebelah kanan pemain.
- Pemain pertama mengambil biji di sawah yang dipilihnya. Kemudian meletakkan satu persatu biji dhakon ke setiap sawah yang dilewatinya dan juga lumbungnya sendiri.
- Aturan jalan: jika biji di tangan sudah habis dan di sawah terakhir masih terdapat biji, maka pemain tetap melanjutkan. Semua biji di sawah terakhir itu diambil dan dibagikan satu persatu kembali. Jika biji terakhir jatuh pada sawah yang kosong di sawah lawan, maka pemain harus berhenti dan giliran pemain lawan yang berjalan. Namun jika biji terakhir jatuh pada sawahnya sendiri, dan sawah di depannya berisi biji, maka biji itu berhak dimasukkan ke dalam lumbungnya.
- Permainan dilanjutkan hingga semua biji habis tersimpan di lumbung masing-masing. Permainan berhenti karena tidak ada lagi biji yang bisa diambil dari sawah. Pemenang ditentukan dengan menghitung jumlah biji yang diperoleh. Siapa yang mendapat biji terbanyak, dialah pemenangnya.
*diambil dari Kompilasi Permainan Tradisional Komunitas Anak Bawang