- Back to Home »
- cerita dolanan , Permainan , permainan anak , permainan tradisional , ular naga »
- ADJI DAN ULAR NAGA
Posted by : Unknown
Saturday, 1 October 2016
Meskipun kelelahan, mereka tetap bermain dan bercanda bersama.
Minggu pagi yang cerah. Adji bertekad ingin membantu Bundanya menyiapkan perlengkapan.
Hari ini orang tuanya akan ke posko pengungsian banjir di Solo wilayah Selatan.
Meski Adji masih duduk di kelas IV SD, Adji paham kalau banyak saudara-saudaranya
yang sekarang ini mengungsi akibat hujan deras sepanjang malam. Ia ingin sekali
meringankan beban mereka.
“Bunda, apalagi yang perlu dimasukkan?” tanya Adji sambil
memasukkan lipatan pakaian pantas pakai ke dalam kardus.
“Selimutnya sudah belum, Adji?” tanya Bunda pada Adji. Bunda lalu
mengambil selimut di meja.
“Oya, sini biar Adji yang lipat, Bunda,” pinta Adji dengan sopan.
Ayah Adji segera menyuruh Bunda dan Adji bersiap-siap karena matahari
sudah mulai meninggi. Ayah Adji segera memanaskan mobil Avanza hitamnya, lalu
ia mengangkat kardus-kardus yang berisi pakaian pantas pakai, selimut, dan mi
instant. Adji dan Bunda beranjak masuk ke mobil. Tak berapa lama kemudian mobil
itu pun berlalu meninggalkan salah satu kompleks perumahan elit di Solo.
Lima belas menit sudah Adji berada di mobil. Adji melihat awan pekat di
langit. Suasana di jalan pun terasa berbeda dari biasanya. Tidak ditemui
orang-orang yang bangun pagi untuk berolahraga. Melainkan orang-orang yang kebingungan
mencari jalan agar tidak terjebak banjir.
“Adji, kamu tidak tidur, sayang?” tanya Bunda pada Adji yang khawatir
karena Adji terus melamun sambil memperhatikan pemandangan di jalan.
“Tidak, Bunda. Adji ingin segera sampai ke posko pengungsian. Adji
sudah tidak sabar. Yah, apakah perjalanan masih lama?” tanya Adji pada
ayahnya yang sedang serius memegang kemudi.
“Sabar, Adji. Insya Allah setengah jam lagi kita sampai. Ayah harus
memutar jalan karena di mana-mana air menggenang. Kalau Adji capek tidur saja,”
jawab Ayah Adji. Adji hanya tersenyum lalu melanjutkan aktivitasnya untuk
melihat pemandangan di luar.
Mobil terus melaju hingga akhirnya masuk ke sebuah gang kecil yang
jalannya agak rusak. Mobil bergoyang-goyang mengikuti permukaan jalan. Sampai
akhirnya mobil berhenti di suatu posko pengungsian banjir.
Kesibukan tampak sekali di posko tersebut. Relawan, tim SAR, mahasiswa, organisasi
massa, dan masyarakat setempat terlihat ikut membantu para korban dan
pengungsi. Adji baru pertama kalinya ke posko pengungsian.
“Ayah, Bunda, ramai sekali.” Adji bingung lalu melihat kedua orang
tuanya.
“Apa Adji takut?” tanya Bunda sambil membelai lembut rambut Adji.
“Insya Allah, Adji tidak takut, Bunda. Bismillahirrohmanirohim,”
ucap Adji.
“Ayo, Adji. Bantu Ayah angkat kardus. Kamu pilih yang ringan saja,
biar Ayah angkat kardus yang berat.” Ayah mengajak Adji mengangkat
kardus-kardus.
“Iya, Yah.” Adji mulai memilih kardus yang ringan untuk diangkat.
Kardus itu berisi pakaian pantas pakai untuk anak-anak seusianya. Saat akan
menaruh kardus, mata Adji tiba-tiba tertuju pada sosok anak kecil seusianya
yang kurus. Anak itu menatap murung dan tidak bicara sepatah kata pun.
“Mereka perlu waktu,” bisik Bunda lembut.
Adji menoleh pada Bundanya. ”Kasihan sekali ya, Bunda.”
“Benar, Adji. Oleh karena itu, kita tidak boleh sedikit-sedikit
mengeluh.” Bunda menjelaskan pada Adji.
“Berarti Adji harus selalu bersyukur ya, Bun?” Adji menatap wajah
bundanya serius.
“Iya, Adji. Setiap saat kita harus bersyukur atas nikmat karunia-Nya
yang tak terhingga terutama nikmat Islam.” Bunda menasihati Adji.
Hati Adji meleleh. Matanya memanas. Ia teringat pada sikapnya yang
sedikit-sedikit mengeluh saat ulangan sulit, tidak bisa mengerjakan PR, atau
keinginannya yang tidak terkabul. Tiba-tiba ia berjanji dalam hati untuk tidak
mengeluh lagi. Ia sudah bertekad untuk selalu bersyukur di saat susah maupun
senang.
Adji membantu Ayahnya meletakkan kardus di posko relawan PMI (Palang
Merah Indonesia). Sesaat ia tampak berpikir bahwa suatu saat ia ingin menjadi
relawan-relawan itu. Kemudian ia bertanya pada Bundanya.
“Bunda, apa keuntungan menjadi relawan? Mereka tidak capek ya, Bun?”
tanya Adji sambil duduk sejenak untuk beristirahat.
“Relawan itu membantu orang tanpa pamrih, Adji. Menolong orang menjadi
suatu kenikmatan baginya. Ia tidak akan merasakan capek karena sudah
tergantikan oleh rasa senang di mana tenaga dan pikirannya benar-benar berguna.”
Bunda menjelaskan pada Adji.
Adji mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti. “Adji ingin
menjadi relawan. Adji ingin membuat senang anak-anak itu, Bun. Apakah Bunda
mengijinkan?” tanya Adji.
“Tentu boleh, Adji. Tapi, nanti kalau kamu sudah besar. Hmm... tapi
kamu boleh mengajak mereka bermain,” jawab Bunda sambil tersenyum.
“Siap, Bunda. Adji akan mengajak mereka bermain ular naga bersama.”
Adji mendapat ide bagus untuk membantu melupakan kesedihan anak-anak korban
banjir.
Adji berkenalan dengan anak pemurung seusianya yang bernama Rizki. Adji mengajak
Rizki agar mau bermain dengannya. Tidak mudah, tapi Adji tidak menyerah. Setelah
dibujuk, akhirnya Rizki mau ikut bermain. Lalu Adji berkenalan dengan semua
anak di posko. Ada Wildan, Lala, Anggi, Ita, dan banyak lagi. Adji mengajak
mereka bermain ular naga bersama. Ada 10 anak usia 7 sampai 12 tahun yang
bergabung.
Adji berperan sebagai induk dan berada paling depan dalam barisan.
Kemudian, ada Rizki dan Wildan yang bermain sebagai gerbang. Keduanya berdiri
berhadapan dan saling berpegangan tangan di atas kepala. Anak-anak terlihat
gembira. Terutama Rizki karena ia memperoleh teman baru dan sejenak ia dapat melupakan
tentang rumahnya yang terendam banjir. Adji beserta anggota di belakangnya
bergerak melingkar kian kemari sambil menyanyikan lagu.
Ular naga panjangnya bukan
kepalang
Menjalar-jalar selalu kian
kemari
Umpan yang lezat, itu yang
dicari
Kini dianya yang terbelakang
Ketika lagu habis, seorang anak perempuan yang berjalan paling belakang
ditangkap oleh Rizki dan Wildan. Anak perempuan itu bernama Lala. Setelah itu, Adji
beserta anggota di belakangnya debat dengan Rizki dan Wildan perihal Lala yang
ditangkap. Debat ini berlangsung seru dan lucu, sehingga anak-anak yang lain
saling tertawa. Sampai pada akhirnya, Lala yang tertangkap disuruh memilih di
antara dua gerbang, yaitu antara Rizki atau Wildan. Lala memilih Rizki sehingga
ia langsung menempati di belakang Rizki.
Selanjutnya, Adji berusaha mengambil anggota di belakang Rizki. Sementara
Rizki dan Wildan berusaha menghalangnya. Anggota yang dapat diambil Adji kembali
berdiri di belakang Adji dan permainan dimulai kembali. Penyanderaan anggota
terus terjadi sampai Adji kehabisan anggota. Kemudian, permainan diulangi
membentuk ular naga baru.
Adji bersama teman-teman barunya senang sekali. Meskipun kelelahan,
mereka tetap bermain dan bercanda bersama. Adji mengajak teman laki-laki untuk
bermain sepak bola. Lapangan dan bola yang digunakan seadanya. Adapun anak-anak
perempuan bermain engklek bersama. Semua bergembira, tertawa, dan bahagia
bersama. Adji mendapatkan pengalaman dan teman-teman baru. Ia banyak belajar
tentang pentingnya kepedulian terhadap sesama. Setiap cobaan yang diberikan
oleh Allah SWT merupakan tanda bahwa Allah SWT masih sayang pada umat-Nya.
Terima kasih Ya Allah, atas napas yang masih Engkau panjangkan dan karunia yang
tiada henti Engkau berikan untuk melewati hari ini dengan bahagia.
Tanpa terasa matahari semakin meninggikan derajatnya. Ayah, Bunda, dan Adji
menunaikan sholat dzuhur, memuji Rabb-Nya. Setelah itu, Adji sekeluarga
berpamitan pulang. Adji banyak belajar hari ini. Ia tidak sabar untuk menyambut
esok pagi. Ia akan menceritakan pengalaman yang tak terlupakan ini pada
teman-temannya di sekolah.
***
*ditulis oleh Setiyawati, Volunteer Komunitas Anak Bawang