Posted by : Unknown Sunday 2 October 2016


 Iseng, saya jadi membayangkan permainan ini di kehidupan. Bila kita berhasil apakah kita akan menjadi lebih mahir dan peka pada situasi selanjutnya atau malah abai, terlena dengan keberhasilan yang semu. 
Sudah pernah main gobag sodor? Anak jaman 90-an pasti sudah tidak asing lagi. Seperti permainan tradisional kebanyakan, tidak ada aturan yang baku untuk memainkannya. Terkadang setiap daerah menerapkan aturannya masing-masing, tapi kurang lebih aturannya tidak jauh beda sih. Permainan ini dimainkan oleh 2 tim, tim ‘penyerang’ dan tim ‘penjaga’, dengan jumlah pemain tiap tim sama banyak, sekitar 3-6 orang. Tim penjaga bertugas menjaga di garis-garis penjagaan vertikal dan horizontal yang telah dibuat, sementara tim penyerang harus menuju garis finish dan kembali ke garis start dengan melewati rintangan dari tim penjaga tanpa tersentuh oleh mereka. Jadi bisa dikatakan tim penjaga ini tugasnya tidak murni bertahan dan menjaga, tapi juga menyerang. Tim penyerang akan menang apabila semua anggota berhasil kembali ke garis start, dan sebaliknya bila ada anggota tim penyerang yang tersentuh oleh anggota tim penjaga maka tim penjaga lah yang menang. Biasanya kalau sudah begini kedua tim akan bertukar posisi, ada juga yang menerapkan sistem hukuman bagi tim yang kalah.

Iseng, saya jadi membayangkan permainan ini di kehidupan. Bayangkan posisi kita sebagai tim penyerang, infinitely sebagai tim penyerang. Misinya sama, sama-sama harus mencapai garis finish. Goal. Tujuan. Sementara ada rintangan dari tim penjaga yang harus dilewati. Ceritanya pada permainan ini kita menerapkan sistem hukuman. Jika gagal kita tidak perlu bertukar posisi dengan tim penjaga, namun harus menerima hukuman. Hukumannya bisa bermacam-macam, salah satunya kembali ke garis start. Begitu seterusnya sampai misi kita berhasil. Tentu saja tim penjaga tidak akan membiarkan kita menang dengan mudah. Mungkin kita akan terjatuh hingga terluka ketika melewati mereka. Kadang juga kesal karena si penjaga sulit ditembus, tapi mungkin di satu waktu si penjaganya kebetulan sedang lengah. Butuh trik dan strategi yang jitu untuk dapat menembus setiap penjagaan dan menyelesaikan misi.

Oh ya, design arena permainan ini hampir mirip lapangan bulutangkis. Arena permainan gobag sodor terdiri dari garis-garis yang biasanya dibuat dari kapur tulis. Lapangan dibagi menjadi 6 bagian (boleh lebih boleh kurang, tergantung selera). Ilustrasinya kurang lebih begini:


Melihat design arena bermainnya kita bisa membayangkan bagaimana memainkan gobag sodor. Pada setiap bagiannya kita akan bertemu dengan dua orang tim penjaga yang tidak hanya bertahan tapi juga menyerang. Di sini artinya kita punya dua pilihan untuk lolos dengan memperhitungkan style masing-masing tim penjaga yang sedang kita hadapi. Sama seperti hidup, kita akan selalu dihadapkan pada pilihan, dua atau bahkan lebih. Dan hanya ada satu pilihan yang harus kita ambil, tinggal pandai-pandainya kita memperhitungkan probabilitas masing-masing pilihan. Jika sampai akhir keputusan masih ada keraguan, bukan tidak mungkin kita terjatuh oleh keduanya. Tersentuh oleh dua orang tim penjaga secara bersamaan. Salah? Tidak sepenuhnya salah kalau sesekali. Meskipun memilih salah satu dengan penuh percaya diri juga bukan jaminan kita bisa lolos dengan mudah. Ehm.. tepatnya kita tidak bicara soal benar atau salah, tapi lebih pada bagaimana kita menyikapi konsekuensi atas langkah yang kita ambil. Apakah ketika gagal kita akan berhenti bermain atau melanjutkan permainan meskipun harus menerima hukuman. Juga sebaliknya, bila kita berhasil apakah kita akan menjadi lebih mahir dan peka pada situasi selanjutnya atau malah abai, terlena dengan keberhasilan yang semu.

Selamat menikmati permainan gobag sodor, in real life!

sumber gambar: google.com
PS: tulisan ini juga di posting di tumblr pribadi

* ditulis oleh Dian Hapsari, Volunteer Komunitas Anak Bawang

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Kicau Anak Bawang

Powered by Blogger.

Tulisan populer

Tamu Anak Bawang

Copyright © Komunitas Anak Bawang| Desain: Alie Poedjakusuma